Jumat, 25 Maret 2016

Definisi Ilmu Ekonomi; kelangkaan dan pilihan dan masalah ekonomi; definisi dan Ruang Lingkup Ekonomi Islam

Artikel ini
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Ekonomi Islam I
Dosen Pengajar : Muhammad Haris Riyaldi, S.Sos., I., M.Soc.Sc.
Universitas Syiah Kuala


Di susun oleh:
Dwiki Ikhsani Putra Lubis     (1501101010022)


Ilmu Ekonomi

     Ilmu ekonomi pada dasarnya ilmu yang mempelajari upaya manusia, baik sebagai individu
maupun masyarakat) dalam rangka melakukan pilihan penggunaan sumber daya yang terbatas guna memenuhi kebutuhan (yang pada dasarnya tidak terbatas) akan barang dan jasa.
Masalah ekonomi = masalah pilihan karena adanya kelangkaan.

Kelangkaan (scarcity)

     Kelangkaan akan barang & jasa timbul jika kebutuhan (keinginan) seseorang/masyarakat lebih besar daripada tersedianya barang dan jasa.

Kelangkaan dalam Ekonomi Islam

     Ekonomi Islam memandang bahwa kelangkaan (scarcity) bukanlah problem yang asasi dari ekonomi manusia.

Dalam ekonomi islam “tidak ada kelangkaan yang bersifat absolut di muka bumi ini” Kelangkaan itu relatif.

     kebutuhan manusia itu bukanlah tidak terbatas melainkan keinginan manusialah yang tidak terbatas. Ketika manusia diberi satu bukit emas, maka akan menginginkan dua bukit emas dan seterusnya. kelangkaan kebutuhan bukan dikarenakan terbatasnya sumberdaya alam, melainkan karena kekufuran dan kedzaliman manusia itu sendiri yang tidak mampu untuk melakukan eksplorasi dan pendistribusian secara merata
   
     Kesimpulannya, kebutuhan manusia itu terbatas, terbatas pada kemampuan manusia itu sendiri, secara fisik (jasmani dan rohani) manusia sendiri maupun materi yang dimilikinya. Ketidakmampuan manusia dalam mengelola, mengeksplorasi dan mendistribusikan secara adil, yang menyebabkan kelangkaan itu terjadi. Sedangkan sumber daya alam sudah Allah ciptakan sesuai pada ukurannya. Sedangkan yang tidak terbatas adalah keinginan manusia.
Umat Islam yakin Allah SWT menjamin rezeki setiap makhluk-Nya.

     Allah SWT menciptakan langit & Bumi dan segala apa yang ada diantara keduanya untuk kesejahteraan manusia, manusia harus memanfaatkannya seoptimal mungkin, tanpa menimbulkan kerusakan dan ketidakadilan di muka Bumi.
Tidak ada yang sia-sia dalam penciptaan Allah SWT.
Maka “tidak ada kelangkaan absolut di Bumi ini.”

Kebutuhan dan keinginan

     Dalam ekonomi kapitalis (konvensional), kebutuhan dan keinginan merupakan satu kesatuan dan tidak dipisahkan. Kebutuhan adalah keinginan, dan keinginan adalah kebutuhan. Sehingga tersebutlah Ekonomi adalah memanfaatkan sumber daya yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan yang tak terbatas Karena keinginan seseorang tidak akan pernah terbatas

Ekonomi konvensional  kebutuhan (needs)= keinginan (wants), karena sama-sama menyebabkan kelangkaan (scarcity).

     Konsekuensi dari penyamaan ini menyebabkan terkurasnya sumber—sumber daya alam secara membabi buta  dan menciptakan ketidak seimbangan ekologi yang gawat, sehingga terjadi bencana-bencana

Pandangan Ekonomi Islam tentang kebutuhan

     Kebutuhan (hajat) = keinginan manusia untuk mendapatkan sesuatu yang diperlukan dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidupnya dan menjalankan fungsinya.
Misal kebutuhan makanan adalah untuk menolak kelaparan.

     Namun harus diketahui bahwa tujuan utama diciptakannya keinginan (syahwat) makan adalah menggerakkan manusia mencari makan, sehingga fisik manusia tetap sehat dan mampu menjalankan fungsinya secara optimal sebagai hamba Allah SWT untuk beribadah kepada-Nya.

Islam selalu mengaitkan kegiatan memenuhi kebutuhan dengan tujuan utama manusia diciptakan.

Imam Ghazali menekankan pentingnya niat dalam konsumsi sehingga tidak kosong dari makna, yakni konsumsi dilakukan dalam rangka ibadah kepada Allah SWT.

     Menurut Imam al-Ghazali, kebutuhan (hajat) adalah suatu yang dibutuhkan manusia dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidupnya dan menjalankan fungsinya yaitu menjalankan tugasnya sebagai hamba Allah dengan beribadah secara maksimal.

     “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik (surga).” [QS. Ali Imran: 14]

      Islam memiliki nilai moral yang ketat dalam memasukkan keinginan dalam motif aktifitas ekonomi. Kebutuhan didefinisikan sebagai segala keperluan dasar manusia untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Sementara keinginan didefinisikan sebagai kemauan manusia atas segala hal. Kebutuhan harus lebih diutamakan daripada keinginan.

     Konsep kebutuhan dalam Islam bersifat dinamis merujuk pada tingkat ekonomi yang ada pada masyarakat. Pada tingkat ekonomi tertentu sebuah barang yang dulu dikonsumsi akibat motivasi keinginan, pada tingkat ekonomi yang lebih baik barang tersebut telah menjadi kebutuhan.

Kebutuhan (hajat)

Pembahasan tingkat kebutuhan menarik perhatian para ulama.

Diantaranya Imam al-Juwaini (w.478 H) dalam kitabnya al-Burhan fi Ushul al-Fiqh. Imam Ghazali dalam al-Musthafa dan al-Ihya. Imam Syattibi  dalam al-Muwafaqot dan Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah.

Pandangan Islam konsep mashlahah yang membatasi. Tidak semua barang/jasa yang memberikan kepuasan (utility) mengandung mashlahah.

Artinya tidak semua barang/jasa layak dikonsumsi manusia.

Kebutuhan (hajat) dalam Islam

Tingkatan tujuan hukum syara’ dalam pemenuhan kebutuhan:

  1.      Daruriyyah = tujuan daruriyah merupakan tujuan yang harus ada dan mendasar bagi manusia untuk mewujudkan kesejahteraan di dunia dan akhirat, yaitu mencakup terpeliharanya lima elemen dasar kehidupan yakni jiwa, keyakinan atau agama, akal/intelektual, keturunan dan keluarga serta harta benda. Jika tujuan daruriah di abaikan, maka tidak akan ada kedamaian, yang timbul adalah kerusakan (fasad) di dunia dan kerugian yang nyata di akhirat.
  2.      Hajiyyah = Syariah bertujuan memudahkan kehidupan dan menghilangkan kesempitan. Hukum syara’ dalam kategori ini tidak dimaksudkan untuk memelihara lima hal pokok tadi melainkan menghilangkan kesempitan dan berhati-hati terhadap lima hal pokok tersebut.
  3.      Tahsiniyyah = Syari’ah menghendaki kehidupan yang indah dan nyaman di dalamnya. Terdapat beberapat provisi dalam syari’ah yang dimaksudkan untuk mencapai pemanfaatan yang lebih baik, keindahan dan simpiflikasi  dari daruriyah dan hajiyyah . Misalnya dibolehkannya memakai baju yang nyaman dan indah.


Definisi Ekonomi Islam

     Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam

     Kata Islam setelah “Ekonomi” dalam ungkapan Ekonomi Islam berfungsi sebagai identitas tanpa mempengaruhi makna atau definisi ekonomi itu sendiri. Karena definisinya lebih ditentukan oleh perspektif atau lebih tepat lagi worldview yang digunakan sebagai landasan nilai.

     Sedang ekonomi adalah masalah menjamin berputarnya harta diantara manusia, sehingga manusia dapat memaksimalkan fungsi hidupnya sebagai hamba Allah untuk mencapai falah di dunia dan akherat (hereafter). Ekonomi adalah aktifitas yang kolektif.

Berikut ini definisi Ekonomi dalam Islam menurut Para Ahli :

  • Muhammad Abdul Manan = ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi masyarakat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam.
  • M. Umer Chapra = sebuah pengetahuan yang membantu upaya realisasi kebahagiaan manusia melalui alokasi dan distribusi sumber daya yang terbatas yang berada dalam koridor yang mengacu pada pengajaran Islam tanpa memberikan kebebasan individu atau tanpa perilaku makro ekonomi yang berkesinambungan dan tanpa ketidakseimbangan lingkungan.
  • Kursyid Ahmad = sebuah usaha sistematis untuk memahami masalah-masalah ekonomi dan tingkah laku manusia secara relasional dalam perspektif Islam.
  • S.M. Hasanuzzaman, “ilmu ekonomi Islam adalah pengetahuan dan aplikasi ajaran-ajaran dan aturan-aturan syariah yang mencegah ketidakadilan dalam pencarian dan pengeluaran sumber-sumber daya, guna memberikan kepuasan bagi manusia dan memungkinkan mereka melaksanakan kewajiban-kewajiban mereka terhadap Allah dan masyarakat.”


Ruang Lingkup Ekonomi Islam

     Beberapa ekonom memberikan penegasan bahwa ruang lingkup dari ekonomi
islam adalah masyarakat muslim dan negara muslim itu sendiri.Ruang lingkup
ekonomi islam yang tampaknya menjadi administrasi kekurangan sumber-sumber
daya  manusia  dipandang   dari   konsepsi   etik  kesejahteraan  dalam  islam.  Oleh
karena   itu,   ekonomi   islam   tidak   hanya   mengenai   sebab-sebab   material
kesejahteraan, tetapi juga mengenai hal-hal non material yang tunduk kepada
larangan islam tentang konsumsi dan produksi.